Pada saat saya masuk kuliah teman-teman saya berbeda dengan teman-teman di
lingkungan SMA saya ,di tempat kuliah saya (universitas pasundan) ada beragam
orang, baik itu adat,suku,bahasa,agama,dll tetapi tidak menjadikan saya buat
sesutau hal yang heran karena saya menyukai perbedaan,bagi saya perbedaan
adalah sesuatu hal yang menyatukan suatu hubungan dan bisa belajar dari
kehidupan positif mereka,sisi lain juga ketika mereka pulang kampung keasal
mereka lahir mereka dapat membawakan saya oleh-oleh khas asli dari daerah
mereka. Saya mempuyai temen satu kelas dari sumedang, ketika saya berbicara
sunda bagi mereka sunda saya aneh karena logatnya saya dari jakarta dan sunda
saya kasar bagi mereka dari situ saya
belajar bahwa tidak akan sembarang berbahasa saya ucapka. ketika hal-hal tertentu karena saya tidak
ingin menyakiti orang lain dan mereka menandai saya adalah orang yang kalo
berbicara kasar jadil lebih baik saya berbicara bahasa indonesia saja.
Lalu saya juga mempunyai teman yang beda agama, perbedaan
itu sunguh luar biasa kita bisa saling belajar dan mengingatkan satu sama lain
sikap toleransi harus ada dalam diri saya karena itu adalah salah satu karakter
anak bangsa yang baik, ketika saya lupa berdoa untuk memulai menjalani hari
yang baru. Saat mereka solat dzuhur saya mengintopersi diri saya bahwa saya
tadi pagi belom saat teduh lalu ketika mereka sedang solat saya berdoa dan
membaca alkitab di handphone saya,lalu saya juga bisa belajar agama mereka apa
saja yang dilarang,apasaja yang boleh dilakukan dan tidak dilakukan nah dari
kesimpulan saya mengenai perbedaan agama adalah semua agama mengajarkan hal
yang positif tidak mengajarkan hal yang negatif lalu saling tolong-menolong dan
mengenai agama kristen yang kalo kitalilihat dari pandangan orang luar negri
mereka hidup dengan sangat terbuka lalu tato dimana-mana ,minum-minuman
keras,mempermainkan wanita,sembarang nikah,hal itu dilarang juga didalam agama
saya tetapi karena sistem kehidupan mereka itu terbuka jadi seperti itulah kehidupn mereka,hal ini sebenarnya
kembali lagi ke kepribadiannya masing-masing bagaimana hubungan mereka dengan
Tuhan.
Saya memiliki saudara orang jawa tengah di majenang, pada
sore hari yang sangat mendung akan turunnya hujan besar mami saya menelepon
sanak-saudara disana lalu saya berbincang-bincang dengan eang saya (kakek)
sebelumnya karena saya tidak bisa berbicara bahasa jawa jadi untuk mengerti
bahasannya saya tidak paham, eang saya berkata : piekabare? Waras? Lalu saya
bingung dan berkata kepada mami saya,”mami kok saya ditanya waras? Aku kan
enggak gila “ lalu mami saya tertawa terbahak-bahak dan memberikan artinya kalo
waras itu sehat? Ohhh... begitu yah mih aku tidak mengrti mih lalu saya harus
jawab apa mih? Kata mami”waras eang” lalu saya kembali berbicara dengan eang
saya dan berkata membalas pertanyaanya eang “waras eang” dan eang saya mengerti
kal saya tidak bahasa jawa karena kecilnya saya di jakarta lalu saya memberikan teleponnya ke mami saya
karena saya tidak lagi mengerti bhasa jawa.
Pertama kali saya pindah ke bandung lalu saya berjalan
dengan teman saya didekat rumahnya lalu ada beberapa ibu-ibu sedang duduk di
dekat komplek nah lalu temen saya berkata “punten” lalu ibu-ibunya
berkata”mangga” dan saya langung menoleh ke belakang dan lingkungan sekitar seperti
orang yang sedang mencari sesuartu dan temen saya lalu memanggil saya dan
berkata”mencari apa donna?” lalu saya bilang “mangga” dan temen saya
terbahak-bahak dan mmeberitahu kalo kita orang sunda bilang permisi itu
“punten”dan dijawab silahkan itu”mangga” oh seperti itu saya jadi tertawa
tersipu malu.